ukaclp.blogspot.com

Halaman

Jumat, 03 April 2009

MENAKAR HARGA DIRI DI HADAPAN ALLAH

Manusia berjalan menuju Allah swt dengan dua jenis perjalanan. Perjalanan qohri (ditetapkan oleh Allah) dan perjalanan ikhtiari (dalam wilayah ikhtiar manusia). Perjalanan qohri adalah perpindahan manusia dari satu alam ke alam lain dimulai dari alam dzur, kemudian alam rahim ibu, alam dunia, alam barzakh dan yang terakhir adalah alam akhirat.

Tidak ada yang bisa menolak perjalanan jenis ini. Sedangkan perjalanan ikhtiari (dalam wilayah ikhtiar) adalah perjalanan ruh, akal, hati dan jiwa mendekat kepada Allah Ta’ala dengan menempuh berbagai jenjang maqomat (stasiun spiritual) dan ahwal (keadaan spiritual) dengan iman, ilmu dan amal. Perjalanan ini adalah pilihan kita untuk menempuhnya atau tidak menempuhnya.

Perlu kita perhatikan bahwa perjalanan jenis yang terakhir ini, ikhtiari, dapat menjadi penakar kadar kepintaran, kekayaan, kedewasaan bahkan harga diri seseorang. Meskipun tahu segala ilmu, kita tetap saja bodoh selama belum mengenal Yang Maha Mengetahui. Meskipun memiliki harta sepenuh bumi, kita tetap saja miskin selama hati belum merasa kaya dengan Yang Maha Memiliki. Meski rambut sudah memutih, kita tetap anak-anak sebelum berani terjun dalam perang menentang hawa nafsu dan setan. Meski sudah berhasil mendatangi berbagai tempat di penjuru dunia, kita sebenarnya belum pergi kemana-mana kalau ruhaniah kita belum bisa mendatangi hadirat suci Allah Ta’ala.

Dari sekian banyak alasan mengapa kita harus memperhatikan kehidupan hati dan jiwa ini, pada kesempatan ini kita akan melihat tiga saja di antaranya, yaitu:

1.Kualitas hati menentukan keselamatan di akhirat

" Hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat (QS. 26:88-89)

Hari ini, harta dan anak sangat besar pengaruhnya. Dengan harta orang bisa melakukan apa saja, karena ini tidak sedikit orang yang mau melakukan apa saja demi mendapatkan harta. Pengemis yang terpaksa mencuri karena lapar, bisa kenyang dengan sepiring nasi. Orang kaya yang korupsi karena ketamakan, tidak bisa puas meski dengan tanah sepenuh bumi.

Anak adalah investasi bagi orang tua. Tidak punya anak terasa sebagai musibah. Punya anak satu, masih terasa takut. Punya anak banyak sangat melegakan. Apalagi kalau anak-anaknya sukses semua. Ada yang berprofesi sebagai dokter, apoteker, arsitek, pengusaha bahan bangunan, ustadz dan penggali kuburan. Ingin membangun rumah ada anak yang arsitek. Bahan bangunannya dari anak yang profesinya jual bahan bangunan. Jika sakit, ada anak yang menjadi dokter. Obatnya dari anaknya yang apoteker. Kalau semakin parah sakitnya dan sekarat, ada anaknya yang menjadi ustadz menalqinkannya kalimat laa ilaaha illallah. Dan yang menguburkannya adalah anaknya yang berprofesi sebagai penggali kuburan. Anak banyak, hidup dan mati ada yang mengurus.

Tetapi, semua itu tidak langgeng. Kematian akan membuat kita meninggalkan apa pun yang kita miliki dan apa pun yang kita cintai. Di akhirat nanti, semua hubungan keluarga menjadi terputus. Semua orang sibuk mencari keselamatan dirinya sendiri.

"Pada hari ketika seseorang lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan masing-masing yang begitu menyibukkannya. (QS. 80:35-37)

Di hari itulah setiap orang akan berbicara langsung kepada Allah tanpa ada penerjemah. Keselamatan kita tergantung apa yang kita selama ini kita himpun dan simpan dalam perbendaharaan hati kita.

2.Kualitas hati adalah harga seseorang di hadapan Allah swt

Seekor sapi ditakar harganya dengan berat dagingnya. Seekor perkutut dapat mengalahkan harga sapi bukan karena beratnya daging tetapi karena keindahan suara. Sebutir merah delima yang hanya beberapa gram saja dapat melampau harga sapi dan perkutut karena keindahan warnanya.

Berapa harga kita di hadapan Allah? Daging dan tulang tubuh kita akan habis dimakan tanah. Harta akan kita tinggalkan atau meninggalkan kita. Semua yang sirna tidak dapat dijadikan takaran bagi yang suatu abadi. Kita tidak ditakar dari kegantengan, kecantikan dan kekayaan, kita ditakar dari keadaan hati dan amal-amal kita.

Sabda Nabi saw:
“ Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Ia melihat hati dan amal kalian.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah ra)

Tidak ada seorang pun yang berselera membeli bangkai meskipun dengan harga rendah. Demikian juga dengan hati yang mati, tidak ada nilainya sama sekali dihadapan Allah Ta’ala. Meskipun jasad hidup, kita tetap saja disebut mayat selama hati tidak dawam mengingat Allah. Bersabda Nabi saw:
“ Perumpamaan orang yang ingat pada Tuhannya dan yang tidak ingat pada Tuhannya seperti perumpamaan orang hidup dan orang mati.” (HR. Bukhari dari Abu Musa ra)

3.Hati yang bersih dapat membedakan kebajikan (al-birr) dan dosa (al-itsm)

Mulla Nashrudin sedang berjalan. Tiba-tiba kakinya terantuk sebuah benda. Dipungutnya benda itu. Ternyata sebuah cermin kecil yang tertutup debu tebal.“Lumayan, akan kugantung di dinding dekat tempat tidur”, gumamnya lirih. Dengan ujung baju, diusapnya debu yang menyeliputi permukaan cermin. Cermin kembali berkilat. Sontak Nashrudi terkejut setengah mati. Matanya terbelalak. Ia melihat sosok mengerikan di dalam cemin. Wajah dengan kulit keriput, ditingkahi bulu-bulu kasar hitam putih tak merata, janggut yang kusut masai dan mata merah melotot. Praaang! Cermin dicampakkan. “Pantas saja engkau dibuang pemilikmu!”, hardik Nashrudin. Rupanya, Nashrudin tidak siap melihat wajahnya sendiri.

Anekdot sufi ini menarik untuk direnungkan. Cermin adalah alat yang jujur. Ia memperlihatkan obyek yang ada dihadapannya apa adanya. Bahkan, bila pencahayaan demikian terangnya, cermin akan menghasilkan pantulan obyek yang lebih cemerlang dibandingkan aslinya. Itulah kehebatan cermin.

Setiap orang memiliki cermin di dalam diri. Itulah hati nurani. Perkataan hati nurani adalah kejujuran. Anjurannya adalah kebaikan. Kecenderungannya adalah pada kebenaran. Sifatnya adalah kasih sayang. Ia akan tenang bila kita berbuat baik dan gelisah bila kita berbuat dosa. Bila ia bersih dan sehat maka ia akan menjadi juru bicara Tuhan di dalam diri kita. Bila ia bening dan berkilat maka ia akan menangkap wajah Tuhan.

Hanya sayangnya kita sering mencampakkan nurani kita sendiri bahkan membunuhnya dengan perilaku-perilaku kita. Curang hanya demi serupiah keuntungan, bohong hanya untuk kesenangan sesaat, mencuri hak orang lain, kikir padahal harta melimpah, dengki terhadap kebahagian orang lain,menolak kebenaran karena sebuah gengsi. Akibatnya nurani kita mati sehingga tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Seorang sahabat Nabi saw yang bernama Wabishah ra datang dengan menyimpan pertanyaan di dalam hatinya tentang bagaimanakah cara membedakan antara kebajikan dan dosa. Sebelum Wabishah bertanya, cermin hati Nabi saw telah menangkap isi hatinya. " Wahai Wabishah, mau aku jawab langsung atau engkau utarakan pertanyaanmu terlebih dahulu?" Wabishah menjawab," Jawab langsung saja, wahai Rasulullah." Beliau bersabda," Engkau datang untuk bertanya bagaimana membedakan antara kebajikan dan dosa." Wabishah berkata," Benar." Beliau saw merapatkan jari-jarinya dan menempelkannya pada dada Wabishah, seraya bersabda,“ Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu, mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu, wahai Wabishah. Sesuatu itu adalah kebaikan bila ia membuat hati tenteram, membuat jiwa tenteram, sedangkan dosa membuat kegelisah dalam hati dan kegoncangan dalam dada.

(Mintalah pendapat pada hatimu dan mintalah pendapat pada jiwamu), meskipun orang-orang telah memberikan pendapat mereka kepadamu tentang hal itu.” ( HR.al-Darimi dari Wabishah ra )

( Abdul Hakim )
www.spiritualsharing.net
silahkan share tulisan ini , semoga bermanfaat

bila Anda mengakses www.spiritualsharing.net dari PC atau notebook disarankan untuk me resize(mengecilkan/menyempitkan) ukuran windows terlebih dahulu, karena situs ini didisain untuk HP, smartphone atau PDA phone

Tidak ada komentar: